Entri Populer

Rabu, 27 Oktober 2010

Etika Profesional , Tujuan dan Bukti Audit , serta Materialitas dan Resiko Audit

TUGAS AUDITING
Etika Profesional , Tujuan dan Bukti Audit , serta Materialitas dan Resiko Audit



Oleh :
Yosephine Endah Nur Diani
7211409007





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap pihak yang memiliki wewenang untuk mengelola kekayaan investor , berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan kekayaan tersebut kepada investor.Dalam pertanggungjawaban pengelolaan kekayaan tersebut, manajemen perusahaan menggunakan akuntansi sebagai komunikasi kepada pihak investor.Oleh sebab itu,manajemen perusahaan perlu menyelenggarakan akuntansi yang memungkinkan disajikannya laopran pertanggungjawaban keuangan kepada investor.Pertanggungjawaban keuangan memiliki dua unsur,yaitu : kompetensi dalam bidang akuntansi dan keandalan informasi akuntansi yang dihasilkan.
Semakin kompleks perekonomian perusahaan,semakin kompleks transaksi keuangan keuangan yang dilakukan perusahaan tersebut,sehingga memerlukan kompetensi yang tinggi untuk mencerminkan transaksi keuangan perusahaan dengan informasi akuntansi.
Pertanggungjawaban keuangan kepada pihak investor memerlukan informasi akuntansi yang tinggi tingkat keandalannya.Kebutuhan akan informasi akuntansi ini menyebabkan timbulnya profesi akuntan publik.Profesi ini berkembang sejalan dengan perkembangan kebutuhan tentang jasa pihak yang kompeten dan dapat dipercaya untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan.Untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan diperlukan pengetahuan yang disebut Auditing.
Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan,serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.Pengetahuan auditing ini menjadikan orang berkompeten untuk menilai kewajaran pertanggungjawaban keuangan,sehingga memungkinkan orang terjun dalam profesi akuntan publik yang mampu menghasilkan jasa yang menjadikan investor dapat memperoleh informasi keuangan yang handal.Informasi keuangan yang handal dapat memberikan dasar yang handal untuk mengambil keputusan pengalokasian sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.

BAB II
PERMASALAHAN

Dalam makalah ini saya akan menguraikan tentang apa saja yang akan dipelajari dalam pembahasan etika profesional,tujuan dan bukti audit,serta materialitas dan risiko audit.
I. Etika Profesional
Profesi akuntan publik memiliki etika profesional dalam menilai tingkat kewajaran pertanggungjawaban yang disajikan oleh para manajemen perusahaan.
a. Mengapa diperlukan etika profesional bagi organisasi profesi ?
b. Bagaimana dan apa saja Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia ?
c. Bagaimana Standar Umum dan Prinsip Akuntansi ?
d. Apa saja tanggungjawab akuntan publik kepada klien,rekan seprofesi,dan praktik lain ?
II. Tujuan dan Bukti Audit
a. Apa Tujuan audit secara umum dan spesifik ?
b. Bagaimana Klasifikasi asersi ?
c. Hal-hal apa saja yang diperlukan dalam Bukti Audit ?
d. Faktor memperoleh Kecukupan Bukti ?
e. Sifat bukti ?
f. Tipe bukti audit ?
g. Prosedur untuk menghimpun bukti ?
h. Jenis bukti audit ?
i. Prosedur Audit ?
j. Evaluasi Bukti Audit ?
III. Materialitas dan Resiko Audit
a. Mengapa materialitas penting dalam audit atas laporan keuangan ?
b. Bagaimana pertimbangan awal tentang materialitas ?
c. Pengunaan Materialitas dalam Mengevaluasi bukti audit ?
d. Resiko audit pada tingkat laporan keuangan dan tingkat saldo akun ?
e. Unsur resiko audit ?
f. Penggunaan Informasi resiko audit ?
g. Hubungan antarunsur Resiko ?
h. Hubungan antara materialitas,resiko audit,dan bukti audit ?
IV. Contoh-contoh kasus
a. Contoh kasus pada etika profesional
b. Contoh kasus Materialitas dan resiko audit


























BAB III
PEMBAHASAN

I. Etika Profesional
a. Dalam melakukan audit diperlukan etika seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa seorang auditor harus menaati kode etik profesi sehingga para auditor dapat menjunjung standar etika tertinggi.
Etika secara garis besar disebut dengan serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral agar
kehidupan masyarakat dapat berjalan secara teratur.
Alasan diperlukannya etika bagi kehidupan profesional adalah kebutuhan akan keyakinan publik atas kualitas layanan yang diberikan oleh profesi. Begitu pula dengan seorang auditor yang harus memenuhi etika profesinya sehingga ia dapat memberikan keterpercayaan masyarakat terhadap sesuatu yang telah dilakukannya khususnya bagi para pengguna laporan keuangan.
Terdapat perbedaan antara profesi akuntan publik dengan profesional lainnya. Jika profesional memiliki tanggung jawab utama untuk membela kliennya maka kantor akuntan publik walaupun dibayar oleh kliennya namun pertanggung jawabannya bukanlah terhadap klien yang telah membayarnya tersebut melainkan bertanggung jawab terhadap masyarakat, para pemegang saham, serta pihak lainnya yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik.
b. Kode etik profesi AICPA merupakan standar umum perilaku yang ideal dan menjadi peraturan khusus tentang perilaku yang harus dilakukan. Kode etik ini terdiri dari empat bagian yaitu:
1. Prinsip-prinsip Etika Profesi
Dimana prinsip-prinsip ini dalam kode etik AICPA dibagi menjadi enam prinsip yaitu:
a. Tanggung Jawab, dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional para auditor haruslah menjadi profesional yang peka dan memiliki pertimbangan moral atas seluruh aktivitas mereka.
b. Kepentingan Publik, para auditor haruslah dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan publik, serta menunjuukkan komitmennya pada profesionalisme.
c. Integritas, para auditor haruslah menunjukkan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas tertinggi.
d. Obyektivitas dan Independensi, dalam melakukan audit seorang auditor haruslah mempertahankan obyektivitasnya dan independensinya baik dalam penampilan maupuun dalam kondisi sesungguhnya.
e. Due Care, auditor haruslah memperhatikan standar teknik dan etiika profesi, berusaha meningkatkan kompetensi dan kualitas jasa yang diberikannya serta melaksanakan tanggung jawab profesinya sesuai dengan kemampuan terbaiknya.
f. Lingkup dan sifat Jasa, auditor haruslah memperhatikan prinsip-prinsip pada kode etik profesi dalam menentukan lingkup dan sifat-sifat jasa yang akan disediakannya.
2. Peraturan Etika, berisi peraturan-peraturan etika yang harus ditaati oleh para auditor dalam melakukan audit.
3. Interpretasi Peraturan Etika, kebutuhan akan interpetasi peraturan
Etika yang dipublikasikan timbul ketika terdapat beragam pertanyaan
dari para praktisi tentang suatu peraturan spesifik. Divisi etika AICPA
menyiapkan setiap interpretasi berdasarkan pada consensus komite
yang anggota utamanya tediri dari para praktisi akuntan publik.
4. Kaidah Etika, kaidah adalah rangkaian penjelasan oleh komite eksekutif pada divisi etika profesional tentang situasi spesifik yang nyata.
Dalam praktek audit, seorang auditor haruslah menyadari bahwa mempertahankan perilaku yang independen merupakan tanggung jawab mereka yang penting dan juga bagi para pemakai informasi tersebut agar memiliki kepercayaan terhadap independensi auditor tersebut. Independensi dapat diartikan sebagai suatu sikap dimana seseorang tidak berpihak kepada pihak manapun dalam melakukan tugas profesionalnya. Independensi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Independensi dalam Fakta
Adalah sikap auditor yang benar-benar mempertahankan perilaku yang tidak bias dalam melaksanakan kegiatan audit.
2. Independensi dalam Penampilan
Merupakan hasil interpretasi lainnya dari sikap independensi ini.

Selain independensi, seorang auditor juga harus menaati mengenai aturan kepentingan kepemilikan, aturan ini memandang independensi dari perspektif perusahaan. Aturan atas hubungan keuangan mengambil hubungan perspektif penugasan dan mempersempit batasan atas kepemilikan dalam kllien untuk orang-orang yang bisa mempengaruhi audit.
Selanjutnya seorang auditor juga harus menunjukkan sikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan profesional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar baku di bidang profesi yang bersangkutan dan menjalankan tugas profesinya dengan mematuhi etika profesi yang telah ditetapkan.
Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti dikemukakan oleh Lekatompessy (2003). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan publik yang profesional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya.
Hastuti dkk. (2003) menyatakan bahwa profesionalisme menjadi syarat utama bagi orang yang bekerja sebagai akuntan publik. Gambaran seseorang yang profesional dalam profesi dicerminkan dalam lima dimensi profesionalisme, yaitu pertama, pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki serta keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Kedua, kewajiban sosial adalah suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi serta manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun kalangan profesional lainnya karena adanya pekerjaan tersebut. Ketiga, kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan bahwa seorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah klien dan mereka yang bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional. Keempat, keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai apakah suatu pekerjaan yang dilakukan profesional atau tidak adalah rekan sesama profesi, bukan pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan tersebut. Kelima, hubungan dengan sesama profesi adalah dengan menggunakan ikatan profesi sebagai acuan dalam melaksanakan pekerjaan.
Dalam melakukan audit, auditor juga harus menggunakan pengetahuannya sebagai salah satu cara mewujudkan tingkat keprofesionalannya. Pengetahuan akuntan publik bisa diperoleh dari berbagai pelatihan formal maupun dari pengalaman khusus, berupa kegiatan seminar, lokakarya serta pengarahan dari auditor senior kepada auditor yuniornya. Pengetahuan juga bisa diperoleh dari frekuensi seorang akuntan publik melakukan pekerjaan dalam proses audit laporan keuangan (Boner dan Walker 1994). Seseorang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya akan memberikan hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup memadai akan tugasnya.
Pengetahuan akuntan publik digunakan sebagai salah satu kunci keefektifan kerja. Dalam audit, pengetahuan tentang bermacam-macam pola yang berhubungan dengan kemungkinan kekeliruan dalam laporan keuangan penting untuk membuat perencanaan audit yang efektif (Noviyani 2002). Seorang akuntan publik yang memiliki banyak pengetahuan tentang kekeliruan akan lebih ahli dalam melaksanakan tugasnya terutama yang berhubungan dengan pengungkapan kekeliruan.
Menurut Noviyani (2002) pengalaman yang lebih akan menghasilkan pengetahuan yang lebih dalam pertimbangan tingkat materialitas. Pengalaman membentuk seorang akuntan publik menjadi terbiasa dengan situasi dan keadaan dalam setiap penugasan. Pengalaman juga membantu akuntan publik dalam mengambil keputusan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan menunjang setiap langkah yang diambil dalam setiap penugasan. Pengetahuan akuntan publik tentang pendeteksian kekeliruan semakin berkembang karena pengalaman kerja. Semakin tinggi pengetahuan akuntan publik dalam mendeteksi kekeliruan maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.
c. Standar Umum dan Prinsip Akuntansi
Anggota KAP harus memenuhi standar sebagai berikut :
• Kompetensi Profesional : anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional
• Kecermatan dan keseksamaan profesional : anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan cermat dam keseksamaan profesional
• Perencanaan dan supervisi : anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional
• Data relevan yang memadai : anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi simpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.
Prinsip-prinsip Akuntansi
Anggota KAP tidak diperkenankan :
1. Menyatakan pendapat atau memberikan penegasan bahwa laporan keuangan atau data keuangan lain suatu entitas disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
2. Menyatakan bahwa ia tidak menemukan perlunya modifikasi material yang harus dilakukan terhadap laporan atau data tersebut agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku,apabila laporan tersebut memuat penyimpangan yang berdampak material terhadap laporan atau data secara keseluruhan dari prinsip-prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI.
d. Tanggung jawab
Tanggungjawab kepada Klien
- Informasi klien yang rahasia
- Fee profesional
. Besaran Fee : besarnya Fee anggota dapat bervariasi tergantung dari resiko penugasan,kompleksitas jasa yang diberikan,tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut,struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesioanal lainnya.
. Fee kontinjen : merupakan fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang dibebankan,kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
Tanggungjawab kepada Rekan seprofesi
- Tanggungjawab kepada rekan profesi
Anggota wajib memelihara citra profesi,dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
- Komunikasi antarakuntan publik
Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik terdahulu bila akan mengadakan perikatan audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta tujuan yang berlainan.
- Perikatan Atestasi
Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien,kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.
Tanggungjawab dan Praktik Lain
- Perbuatan dan perkataan yang Mendiskreditkan
Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi
- Iklan , Promosi , dan Kegiatan Pemasaran Lainnya
Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan,promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
- Komisi dan Fee Referal
a. Komisi : imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang dibeikan kepada atau diterima dari klien/pihak ain untuk memperoleh perikatan dari klien/pihak lain.Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan/menerima komisi apabila pemberian/penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi indepedensi.
b. Fee Referal : imbalan yang dibayarkan/diterima kepada/dari sesama penyedia jasa profesional akuntan publik.
c. Bentuk Organisasi dan KAP : anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang diijinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.

II. Tujuan dan Bukti Audit
a. Tujuan audit secara umum dan spesifik
Tujuan audit umum adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha serta arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Tujuan audit spesifik ditentukan berdasarkan asersi-asersi yang dibuat oleh manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.
b. Klasifikasi Asersi
Asersi-asersi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurance )
2. Kelengakapan (completeness)
3. Hak dan kewajiban (right and obligation)
4. Penilaian atau pengalokasian (valuation or allocation )
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
6. Ketepatan administrasi (Clerical Accuracy)
Asersi sangat penting karena membantu auditor dalam memahami bagaimana laporan keuangan mungkin disalah sajikan dan menuntun auditor dalam mengumpulkan bukti Auditor menggunakan asersi untuk :
• Membuat keputusan tentang penilaian resiko dengan mempertimbangkan tipe salah saji potensial yang mungkin terjadi.
• Menentukan prosedur audit yang cocok dengan asersi dan penilaian risiko.

Klasifikasi asersi :
1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurence)
Asersi tentang keberadaan atau kejadian berhubungan dengan :
• Apakah aktiva atau hutang suatu perusahaan benar-benar ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang tercatat benar-benar terjadi selama periode tertentu.
• Asersi keberadaan berkaitan dengan akun-akun riil yang tercantum dalam neraca ( akun aktiva, akun utang dan akun modal).
• Sedangkan asersi keterjadian berkaitan dengan akun-akun nominal yang tercantum dalam laporan rugi-laba ( akun pendapatan dan akun biaya )
2. Kelengakapan ( Completeness )
Asersi ini berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun (rekening) yang semestinya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan.
3. Asersi hak dan kewajiban
Asesri ini mempunyai hubungan yang sangat erat dengan asersi keberadaan atau kejadian. Keeratan hubangan ini mengakibatkan salah satu kantor akuntan publik besar di indonesia, yang berafiliasi dengan suatu kantor akuntan publik asing dari amerika serikat yang menganggap keduanya adalah satu dan menamakannya sebagai asersi genuine.
4. Penilaian atau pengalokasian (valuation or allocation)
Asersi tentang penilaian atau pengalokasian berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, utang, pendapatan, dan biaya sudah dimasukkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. Dengan demikian asersi penilaian berkaitan dengan akun-akun riil yang tercantum pada neraca. Asersi pengalokasian berkaitan dengan apakah akun-akun nominal yaitu pendapatan dan biaya telah dicantumkan pada laporan rugi laba dengan jumlah yang semestinya.
5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu dalam laporan keuangan sudah diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan secara semestinya.
6. Ketepatan administrasi ( Clerical Accuracy )
Asersi ini merupakan salah satu tujuan khusus auditing. Ketepatan klerikal atau ketepatan administrasi merupakan suatu keadaan berjalannya kegiatan klerikal secara tepat sesuai system yang telah ditentukan.
Asersi dan tujuan audit spesifik
Dalam Auditor mengidentifikasi tujuan audit spesifik berdasarkan asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen karena setiap tujuan spesifik audit memerlukan bukti audit yang berbeda. Asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen merupakan titik awal yang penting dalam mengembangkan tujuan spesifik audit.
c. Hal-hal yang diperlukan dalam buti audit
Bukti Audit
Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor untuk menyatakan opini audit. Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan klien.
Auditor harus menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.
Hal penting yang berkaitan dengan audit yaitu:
1. Kecukupan bukti audit
2. Kompetensi bukti audit
3. Dasar yang memadai atau rasional
4. Sifat bukti
5. Prosedur yang dapat dilakukan untuk menghimpun bukti
d. Faktor-faktor yang diperlukan dalam memperoleh kecukupan bukti
Faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit meliputi
• Materialitas
Ditujukan untuk derajat signifikan dari kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan bagi pengguna laporan keuangan. Ada hubungan terbalik antara tingkat materialitas dan kuantitas bukti audit yang diperlukan.
Semakin rendah tingkat materialitas semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan. Sebaliknya jika tingkat materialitas tinggi maka kuantitas bukti yang diperlukan sedikit. Tingkat materialitas yang ditentukan rendah berarti tolerable misstatement rendah.
• Risiko audit
Ada hubungan terbalik antara risiko audit dengan jumlah bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya risiko audit berarti juga tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya. Tingginya tingkat kepastian tersebut menuntut auditor untuk menghimpun bukti yang lebih banyak. Semakin rendah tingkat risiko audit yang dapat diterima auditor, semakin banyak kuantitas bukti yang diperlukan.
Hubungan terbalik juga ada antara risiko deteksi dengan jumlah bukti yang diperlukan. Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima auditor, semakin banyak bukti yang diperlukan. Sebaliknya ada hubungan searah antara risiko bawaan dan risiko pengendalian dengan kuantitas bukti yang diperlukan.Semakin tinggi tingkat risiko bawaan semakin banyak bukti yang diperlukan. Semakin tinggi tingkat risiko pengendalian semakin banyak bukti yang diperlukan.
• Faktor-faktor ekonomi
Auditor harus memperhitungkan apakah setiap tambahan biaya dan waktu untuk menghimpun bukti seimbang dengan keuntungan atau manfaat yang diperoleh melalui kuantitas dan kualitas bukti yang dihimpun.
• Ukuran dan karakteristik populasi
Pengumpulan bukti audit dan pemeriksaan terhadap bukti audit dilakukan atas dasar sampling.
Ada hubungan searah antara besar populasi dengan besar sampling yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar populasinya semakin besar jumlah sampel bukti audit yang harus diambil dari populasinya. Sebaliknya semakin kecil populasi semakin kecil jumlah sampel bukti audit yang diambil dari populasi.
Karakteristik populasi berkaitan dengan homogenitas atau variabilitas item individual yang menjadi anggota populasi.
• Kompetensi bukti
Berupa catatan akuntansi yang berkaitan erat dengan efektivitas pengendalian internal klien. Kompetensi bukti audit yang berupa informasi penguat tergantung pada beberapa faktor yaitu :
# Relevansi
Berarti bahwa bukti harus berkaitan dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Bukti yang relevan adalah bukti yang tepat digunakan untuk suatu maksud tertentu.
# Sumber bukti
Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap kompetensi bukti audit. Bukti yang diperoleh auditor secara langsung dari pihak diluar perusahaan yang independen merupakan bukti yang paling dapat dipercaya. Bukti semacam ini memberikan tingkat keyakinan keandalan yang lebih besar daripada yang dihasilkan dan diperoleh dari dalam perusahaan.
# Ketepatan waktu
Sangat penting terutama dalam verifikasi aktiva lancar, utang lancar dan rekening laporan rugi laba terkait karena hasilnya digunakan untuk mengetahui apakah cut off atau pisah batas telah dilakukan secara tepat.
# Obyektivitas
Bukti yang obyektif lebih dapat dipercaya dan kompeten daripada bukti subyektif.
• Dasar yang memadai (realistis)
Judgement atau pertimbangan yang dilakukan auditor dipengaruhi berbagai faktor yaitu :
• Pertimbangan profesional auditor
Pertimbangan profesional memberi kontribusi pada penerapan secara wajar jumlah dan kualitas bukti yang disyaratkan.
• Integritas manajemen
Manajemen bertanggung jawab atas asersi laporan keuangan dan mengendalikan banyak bukti penguat dan data akuntansi yang mendukung laporan keuangan. Semakin rendah tingkat kepercayaan auditor terhadap integritas manajemen semakin banyak bukti kompeten yang diperlukan.
• Transaksi yang terjadi diperusahaan
Banyaknya transaksi antar perusahaan dalam satu holding company menuntut semakin banyaknya bukti audit kompeten yang harus dihimpun.
• Jenis kepemilikan perusahaan
Audit terhadap perusahaan publik lebih memerlukan tingkat keyakinan yang lebih tinggi daripada perusahaan perseorangan. Alasannya adalah banyaknya pemakai laporan audit dari perusahaan publik yang mengandalkan laporan keuangan auditan dalam membuat keputusan investasi.
• Kondisi keuangan perusahaan
Kondisi perusahaan klien yang terancam bangkrut cenderung meningkatkan evaluasi subyektif dan kehati-hatian auditor.
e. Sifat Bukti
Sifat bukti
Bukti audit terdiri atas :
• Catatan akuntansi yang mendasari laporan keuangan
• Informasi lain yang mendukung catatan akuntansi dan kesimpulan logis auditor tentang penyajian yang wajar dalam laporan keuangan.
Akan tetapi catatan akuntansi tidak menyediakan bukti yang cukup dalam memberikan opini audit laporan keuangan sehingga dibutuhkan informasi lain seperti :
• Notulen rapat
• Konfirmasi dari pihak ketiga
• Laporan analis
• Data yang dapat dibandingkan dengan kompetitor
• Pengendalian intern manual
• Info yang diperoleh melalui prosedur audit
• Informasi yang dikembangkan oleh auditor
Bukti audit yang mendukung laporan keuangan terdiri atas dua jenis yaitu :
• Data akuntansi yang mendasari (underlying accounting data)
• Semua informasi atau bukti pendukung atau penguat (corroborating information) yang tersedia bagi auditor.
Bukti audit yang bersumber dari data akuntansi terdiri atas :
• Jurnal
• Buku besar dan buku pembantu
• Buku pedoman akuntansi
• Memorandum dan catatan informal
Bukti audit pendukung adalah bukti yang mendukung atas laporan keuangan, bukti audit pendukung meliputi :
• Bukti fisik
• Bukti konfirmasi
• Bukti dokumenter
• Bukti representasi atau pernyataan tertulis baik dari manajemen maupun dari spesialis
• Perhitungan sebagai bukti matematis
• Bukti lisan
• Bukti analitis dan perbandingan
• Struktur pengendalian intern
f. Prosedur untuk Menghimpun Bukti
Prosedur untuk menghimpun bukti
Ada empat tindakan yang dapat diambil dalam menghimpun bukti audit yaitu :
• Inspeksi
• Pengamatan
• Pengajuan pertanyaan
• Konfirmasi
Beberapa hal yang harus diketahui berkaitan dengan keputusan yang diambil auditor dalam proses pengumpulan bukti yaitu :
• Penentuan prosedur audit
• Penentuan besarnya sampel
• Penentuan elemen tertentu yang harus dipilih sebagai sampel
• Penentuan waktu pelaksanaan prosedur audit
g. Jenis Bukti Audit
Jenis bukti audit
Bukti dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis yaitu :
** Struktur pengendalian intern
Digunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayainya data akuntansi.
** Bukti fisik
Dipakai dalam verifikasi saldo aktiva berwujud terutama kas dan persediaan.
** Catatan akuntansi
Merupakan sumber data untuk membuat laporan keuangan.
** Konfirmasi
Merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan.
Ada 3 jenis konfirmasi yaitu :
Ø Konfirmasi positif
Ø Blank confirmation
Ø Konfirmasi negatif
Konfirmasi yang dilakukan auditor pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan :
Ø Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien
Ø Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan
Ø Persediaan yang disimpan digudang umum dikonfirmasikan ke penjaga atau kepala gudang.
Ø Hutang lease dikonfirmasikan ke lessor
Konfirmasi positif merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk menyatakan persetujuan atau penolakkan terhadap informasi yang ditanyakan.
Blank confirmation merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk mengisikan saldo atau informasi lain sebagai jawaban atas suatu hal yang ditanyakan.
Konfirmasi negatif merupakan konfirmasi yang respondennya diminta untuk memberikan jawaban hanya jika ia menyatakan ketidaksetujuannya terhadap informasi yang ditanyakan.
** Bukti dokumenter
Merupakan bukti yang paling penting dalam audit, bukti dokumenter dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Ø Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung.
Ø Bukti dokumenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien.
Ø Bukti dokumenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
** Bukti surat pernyataan tertulis
Merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu
** Perhitungan kembali sebagai bukti matematis
Diperoleh melalui penghitungan kembali oleh auditor. Bukti matematis menghasilkan bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian dengan biaya murah.
** Bukti lisan
Bukti lisan harus dicatat dalam kertas kerja audit.
** Bukti analitis dan perbandingan
Mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau standar prestasi, trend industri dan kondisi ekonomi umum.
h. Prosedur audit
Tujuan prosedur audit :
• Mendapatkan pemahaman entitas dan lingkungannya termasuk pengendalian internal untuk menilai resiko salah saji material pada level laporan keuangan dan asersi.
• Untuk menguji keefektifan operasi dari pengendalian dalam mencegah dan mendeteksi salah saji material pada level asersi.
• Untuk mendukung asersi atau mendeteksi salah saji yang material pada level asersi.
Prosedur-prosedur yang digunakan auditor untuk mengumpulkan bukti audit yaitu :
• Inspeksi terhadap dokumen dan catatan
Dua istilah penting dalam kegiatan inspeksi terhadap dokumen dan catatan adalah pengusutan (tracing) dan penelusuran (vouching).
Dalam melakukan pengusutan, auditor harus :
Ø Memilih dokumen sumber suatu transaksi yang diperiksa.
Ø Menentukan bahwa informasi dari dokumaen tersebut telah dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi.
Sedangkan dalam penelusuran, auditor harus :
Ø Memilih ayat jurnal dalam catatan akuntansi.
Ø Mendapatkan serta menginspeksi dokumen yang menjadi dasar ayat jurnal dalam tujuannya untuk menentukan validasi dan keakuratan dari transaksi tercatat.
• Inspeksi terhadap aktiva berwujud
Meliputi pemeriksaan fisik aset, namun tidak menjamin validitas dari asersi hak entitas serta asersi penilaian atas aset fisik tersebut.
• Observasi
Meliputi kegiatan mengamati pelaksanaan sejumlah proses atau prosedur yang dilakukan oleh karyawan klien. Subyek dari kegiatan observasi adalah orang, prosedur atau proses. Sedangkan kegiatan inspeksi aktiva berwujud subyek pengamatannya adalah obyek itu sendiri.
• Pengajuan pertanyaan
Dilakukan secara lisan maupun tertulis kepada pihak-pihak internal perusahaan untuk mendapatkan informasi keuangan maupun non keuangan.
• Konfirmasi
Merupakan jenis spesifik dari pengajuan pertanyaan yang memungkinkan auditor untuk mendapatkaninformasi langsung dari sumber independendiluar organisasi klien.
• Rekalkulasi
Meliputi kegiatan perhitungan keakuratan matematis dari dokumen atau catatan.
• Melakukan ulang (reperformance)
Yaitu eksekusi auditor independen atas prosedur atau pengendalian yang telah dilakukan oleh klien sebagai bagian dari sistem pengendalian internal perusahaan.
• Prosedur analitis
Meliputi kegiatan mempelajari dan membandingkan data-data keuangan maupun non keuangan yang saling berhubungan.
• Teknik audit berbasis komputer
Digunakan untuk melakukan kegiatan :
Ø Perhitungan dan perbandingan yang digunakan dalam prosedur analitis.
Ø Memilih sampel piutang usaha untuk konfirmasi
Ø Melakukan scan file untuk menentukan bahwa semua dokumen berseri telah ditotal saldo.
Ø Membandingkan elemen-elemen data pada dokumen yang berbeda untuk mengecek kesesuaiannya.
Ø Melakukan ulang berbagai aktivitas perhitungan.
Klasifikasi prosedur auditing
Klasifikasi prosedur auditing dibagi atas 3 kategori yaitu :
!) Prosedur untuk memperoleh pemahaman struktur pengendalian internal
Merupakan pengetahuan mengenai lingkungan pengendalian, sistem akuntansi dan prosedur pengendalian yang dipandang perlu oleh auditor untuk merencanakan audit.
!!) Pengujian pengendalian
Merupakan pengujian yang ditujukan terhadap rancangan dan pelaksanaan suatu kebijakan atau prosedur struktur pengendalian intern untuk menetapkan keefektivitasannya untuk mencegah dan menemukan salah saji material dalam suatu asersi laporan keuangan.
!!!) Pengujian substantif
Merupakan pengujian rinci dan prosedur analitis yang dilakukan untuk menemukan salah saji material dalam saldo rekening, golongan transaksi dan unsur pengungkapan laporan keuangan.
i. Evaluasi Bukti
Evaluasi bukti audit
Diperlukan untuk menyiapkan laporan audit yang tepat, evaluasi ini dilakukan selama dan pada akhir audit atau pada akhir pekerjaan lapangan. Pengevaluasian selama audit bersamaan dengan dilakukannya verifikasi atas asersi laporan keuangan. Pengevaluasian pada akhir pekerjaan lapangan dilakukan saat auditor akan memutuskan pendapat yang akan dinyatakan dalam laporan audit.
Evaluasi bukti ini harus lebih teliti lagi bila menghadapi situasi audit yang mengandung risiko besar, situasi tersebut adalah :
• Pengawasan intern yang lemah
Dalam situasi ini auditor harus menemukan bukti-bukti lain yang dapat menggantikan bukti yang dihasilkan oleh system akuntansi dengan pengawasan yang lemah.
• Kondisi keuangan klien yang tidak sehat
Pada kondisi ini manajemen cenderung menunda penghapusan piutang yang sulit ditagih atau menunda penghapusan persediaan barang yang sudah tidak bernilai.
• Manajemen yang tidak dapat dipercaya
Auditor perlu mempertimbagkan kembali penugasan yang diberikan padanya apabila manajemen tidak dipercaya. Alasannya karena laporan keuangan merupakan pernyataan manajemen dan dihasilkan juga oleh manajemen.
• Penggantian kantor akuntan public
Auditor menghadapi resiko besar apabila ternyata penggantian kantor tsb diakibatkan perselisihan yang tak terselesaikan mengenai laporan keuangan antara auditor terdahulu dengan klien.
• Perubahan peraturan pajak
Cenderung mendorong manajemen untuk mengubah prinsip akuntansi yang dipakainya dengan tujuan untuk memperkecil pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan. Selain itu dapat menggeser pengakuan pendapatan ke periode dengan tarif pajak yang lebih rendah.
• Usaha yang bersifat spekulatif
Merupakan masalah yang lebih besar dalam audit atas usaha klien yang bersifat spekulatif karena berkaitan dengan masalah ketidakpastian dan kemampuan klien untuk melanjutkan usahanya juga meragukan.
• Transaksi yang kompleks.
Transaksi yang kompleks mengandung resiko kesalahan yang sangat besar sehingga resiko yang dihadapi auditor juga besar.

III. Materialitas dan Resiko Audit
a. Pentingnya Materialitas dalam audit atas laporan keuangan
Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai lain, oleh karena itu, auditor memberikan keyakinan (assurance) yang terdiri dari dua konsep yaitu materialitas dan resiko auditor. Keyakinan yang diberikan adalah sebagai berikut ini:
1.Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang
disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah
dicatat, diringkas dan digolongkan dan dikompilasi.
2.Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan
bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3.Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau memberikan informasi dalam hal tanpa perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
Karena auditor tidak memeriksa setiap transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan,maka ia harus bersedia menerima beberapa jumlah kekeliruan kecil.Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.Berapa jumlah kekeliruan atau salah saji yang auditor bersedia untuk menerimanya dalam laporan keuangan,namun ia tetap dapat memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian karena laporan keuangan tidak berisi salah saji material.
b. Pertimbangan awal tentang Materialitas
Pertimbangan pendahuluan mengenai materialitas sering disebut dengan “materialitas perencanaan” yang mungkin beda dari tingkat materialitas yang digunakan untuk menyelesaikan audit dalam mengevaluasi temuan audit karena 1) situasi disekitarnya mungkin akan berubah dan & 2) informasi tambahan tentang klien akan diperoleh selama pelaksanaan audit. Dalam perencanaan audit, auditor harus menilai materialitas pada 2 tingkat sebagai berikut:
(()) Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor mengenai kewajaran meluas sampai laporan keungan secara keseluruhan.
Materialitas laporan keuangan adalah salah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai prinsip-prinsip akuntansi yang umum di Indonesia. Dalam perencanaan audit, auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas

yang berhubungan dengan laporan keuangan. Untuk tujuan perencanaa, auditor harus menggunakan tingkat agregat terkecil dari salah saji.

(()) Tingkat saldo akun, karena auditor menguji saldo akun dalam
memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan.
Materialitas saldo akun adalah salah saji minimum yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap mengandung salah saji material. Salah saji sampe tingkat tersebut disebut “salah saji yang dapat ditolerir”.
(()) Alokasi Materialitas Laporan Keuangan ke Akun
Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan dikuantifikasikan penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual.Pengalokasian ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi.Namun,karena hampir semua salah saji laporan laba-rugi juga mempengaruhi neraca dan karena akun neraca lebih sedikit,banyak auditor yang melakukan alokasi atas dasar akun neraca.
c. Hubungan materialitas dan Bukti Audit
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan (hubungan terbalik), semakin besar atau semakin signifikan suatu saldo akun, maka semakin besar jumlah bukti yang diperlukan ( hubungan langsung)
d. Resiko Audit pada tingkat Laporan Keungan dan Tingkat saldo akun
Adalah risiko bahwa auditor mungkin tanpa sengaja telah gagaluntuk memodifikasi pendapat secara tepat mengenai laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan diterima.
Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
Adanya risiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan tentang tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut: "Karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Risiko audit adalah risiko yang timbul karena auditor tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor mempertimbangkan baik materialitas maupun resiko audit-resiko yang terjadi dalam hal auditor,tanpa disadari,tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.Resiko audit seperti materialitas dibagi menjadi 2 bagian :
1. Resiko Audit Keseluruhan
Pada tahap perencanaan auditnya,auditor pertama kali harus menentukan resiko audit keseluruhan yang direncanakan,yang merupakan besarnya resiko yang dapat ditanggung oleh auditornya dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar,padahal kenyataannya,laporan keuangan tersebut berisi salah saji material.
2. Resiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual,resiko audit keseluruhan harus dialokasikan kepada akun-akun yang berkaitan.Resiko audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu sering kali sangat penting karena besar saldonya dan/atau frekuensi transaksi perubahannya.Dari pengalaman audit ditahun sebelumnya,auditor dapat menaksir resiko auditnatas akun tertentu.
e. Unsur Resiko Audit
Unsur risiko audit yaitu : Risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Semakin rendah penilaian risiko penilaian risiko bawaan dan risiko, semakin tinggi tingkat yang dapat diterima untuk risiko deteksi.
• Resiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart jumlah yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta.
• Resiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
• Resiko Deteksi
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.
f. Penggunaan Informasi Resiko Audit
Taksiran resiko audit pada tahap perencanaan audit dapat digunakan oleh auditor untuk menetapkan jumlah bukti audit yang akan diperiksa untuk membuktikan kewajaran penyajian saldo akun tertentu.Untuk itu,auditor menentukan resiko deteksi dari formula resiko audit berikut ini :
<<>> Resiko Audit Individual =
Resiko bawaan x Resiko Pengendalian x Resiko deteksi
<<>> Resiko Deteksi =
Resiko Audit Individual : (Resiko bawaan x Resiko Pengendalian)
g. Hubungan antarunsur resiko
Resiko bawaan dan resiko pengendalian berbeda dengan resiko deteksi.Kedua resiko yang disebut terdahulu ada,terlepas dari dilakukan atau tidaknya audit atas laporan keuangan,sedangkan resiko deteksi berhubungan dengan prosedur audit dan dapat diubah oleh keputusan auditor itu sendiri.Resiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian.Semakin kecil resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,semakin besar resiko deteksi yang dapat diterima.Sebaliknya,semakin besar adanya resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini oleh auditor,semakin kecil tingkat resiko deteksi yang dapat diterima,Komponen resiko audit ini dapat ditentukan secara kuantitatif,seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar,misalnya dari minimum ke maksimum.
h. Hubungan Antara Materialitas,Resiko audit,dan Bukti Audit
Terdapat hubungan berlawanan antara materialitas dan bukti audit.Jika materialitas rendah-jumlah salah saji yang kecil saja dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak.Sebaliknya,jika materialitas tinggi-jumlah salah saji besar baru dapat mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan-auditor hanya perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit.
Demikian pula hubungan antarresiko audit dengan bukti audit.Semakin rendah resiko audit-auditor bersedia menanggung resiko audit rendah sehingga tingkat kepastian yang diinginkan oleh auditor adalah tinggi-auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompeten dalam jumlah banyak.Sebaliknya,semakin tinggi tingkat resiko audit-auditor bersedia untuk menanggung resiko audit tinggi sehingga tingkat kepastian yang yang diinginkan auditor adalah rendah-auditor perlu mengumpulkan bukti audit yang kompeten dalam jumlah kecil saja.
IV. Contoh-contoh kasus
a. Contoh Kasus Etika Profesional
Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”

Solusi : pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :
• Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
• Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode yang dipertanyakan oleh pihak SEC.
• Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi Machine Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
• Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
• Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan metode tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini ketepatannya.
• Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka ia mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.



• Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini sebagai manajer senior.
• Menentukan siapa yang akan terkena pengaruh dari keluaran dilema tersebut dan bagaimana cara-cara masing-masing pribadi atau kelompok itu dipengaruhi. Dari kasus tersebut, dapat kita ketahui bahwa :



Siapa Bagaimana Cara Terpengaruhnya
Frank Diminta agar sependapat dengan rekannya bahwa metode pengenalan pendapatan yang digunakan oleh Machine International adalah metode yang tepat, diminta agar menerima surat penawaran dari rekannya bahwa rekannya yang bertanggung jawab penuh jika terjadi masalah hukum, evaluasi kinerja barangkali akan terpengaruh juga, sikapnya terhadap rekannya/perusahaannya barangkali terpengaruh pula.
Rekan Frank Kesuksesan penugasan dari perusahaan mungkin akan terpengaruhi.
Machine International Penggunaan metode pengenalan pendapatan yang digunakan selama ini juga mungkin terpengaruhi

Bright and Lorren, CPA Dapat mempengaruhi hasil laporan kewajaran karena adanya perbedaan pendapat tersebut serta kemungkinan pengaruh terhadap kontrak yang dijalani
SEC Aturan dari SEC yang tidak dipatuhi oleh Machine International


- Alternatif-alternatif yang tersedia bagi Frank :
• Menolak untuk sependapat dengan rekannya
• Menolak surat penawaran yang ditawarkan rekannya
• Memberitahu Machine International bahwa metode yang digunakan tidak sesuai dengan SEC
• Menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya
• Meminta agar rekannya mematuhi aturan yang terdapat pada SEC
• Menolak untuk melakukan kegiatan penugasan tersebut
• Mengundurkan diri dari perusahaan

- Konsekuensi dari setiap alternatif :
Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya kemungkinan hal ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul permasalahan hukum maka hal ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA), rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat
Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan masak-masak akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai dengan aturan yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya maka kemungkinan ia akan memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keputusan rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada hasil auditnya nanti.
b. Contoh kasus Risiko Audit dan Materialitas
Planning Materiality (PM) ditentukan oleh auditor sebelum proses audit di lapangan berjalan. PM dapat ditentukan dari Total Revenue ataupun Total Assets. Biasanya suggested range untuk revenue adalah 0,5% s.d 1%. Sedangkan untuk aset berkisar antara 1% s.d 5%. Antara Revenue dan Total Assets, cukup digunakan salah satunya saja. Biasanya Revenue lebih sering dipakai sebagai acuan dalam PM. Dengan syarat bahwa revenue komparatif antara tahun berjalan dengan tahun sebelumnya tidak mengalami penurunan atau kenaikan yang signifikan. Bila revenue bersifat fluktuatif, maka biasanya total asset yang digunakan. Selanjutnya, setelah menentukan PM, ada yang namanya PAJE Scope, yaitu jumlah minimum dari salah saji yang akan di adjust. Biasanya sebesar 2% dari PM.
Sebuah perusahaan yang akan diaudit memiliki Total Revenue komparatif tahun 2007 sebesar 2,4 M. Maka Planing Materiality untuk tahun 2008 adalah 0,5% X 2,4 M = 12jt Artinya : Jumlah minimum akun dalam neraca yang harus divouching adalah 12jt keatas. Kalau kurang dari itu dianggap tidak material. Selanjutnya, bila auditor menemukan salah saji dalam laporan keuangan dan harus disesuaikan, maka jumlah minimum yang harus diadjust adalah 2% x 12jt = 240 rb. Artinya, bila salah saji ditemukan dan adjustment yang perlu dilakukan berjumlah kurang dari 240rb, maka tidak usah dilakukan adjustment, tapi kalau jumlahnya diatas 240rb, harus dibuat adjustment nya.




BAB IV
KESIMPULAN

I. Dari pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Audit merupakan salah satu proses yang wajib bagi perusahaan atau organisasi dalam memperoleh keterpercayaan dari masyrakat maupun pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan tersebut. Suatu perusahaan dapat dikatakan memilki keterpercayaan dan keandalan, jika dalam laporan audit memberikan pernyataan wajar tanpa syarat, wajar tanpa syarat dengan paragraf penjelasan atau wajar dengan pengecualian.
Dalam melakukan proses audit, auditor dituntut untuk dapat melaksanakan pekerjaannya sebaik mungkin dengan menjunjung tinggi pada kode etik profesi atau yang biasa disebut dengan istilah GAAS (General Accepted of Auditing Standard) atau jika di Indonesia disebut dengan SPAP (Standar Profesional Akuntan Pulik) serta pada GAAP (General Accepted Accounting Principal) atau di Indonesia disebut dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan).
Auditor memilki tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh tingkat keyakinan yang memadai tentang apakah laporan keuangan itu terbebas dari kesalahan penyajian yang material baik disebabkan oleh kekeliruan maupun oleh kecurangan. Dalam melaksanakan audit, terdapat empat fase audit yang dilakukan oleh auditor yaitu fase pertama adalah merencanakan dan mendesain pendekatan audit, fase kedua adalah melaksanakan uji pengendalian dan uji subtantif atas transaksi, fase ketiga adalah melaksanakan prosedur analitis dan uji rincian saldo, fase keempat yang merupakan fase terakhir adalah fase dimana auditor melengkapi proses audit dan menerbitkan laporan audit.
II. Sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan,auditor mengumpulkan bukti audit.Meskipun catatan akuntansi menyediakan bukti audit yang cukup untuk mendukung pendapat auditor,tetapi catatan tersebut bukan merupakan satuu-satunya bukti audit yang dikumpulkan oleh auditor.Auditor juga menumpulkan bukti audit dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap perhitungan fisik sediaan,mengajukan permintaan keterangan,dan mendapatkan bukti dari berbagai sumber diluar perusahaan klien.
III. Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing,terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.Oleh karena itu,materialitas mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan keuangan.Resiko audit dan materialitas audit dalam pelaksanaan audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas dalam perencanaan audit,penilaian terhadap kkewajaran laporan keuangan secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi di Indonesia.























BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi.Auditing 1.Edisi ke-6 Jakarta: PT Salemba Empat,2002.
www.google.com/etikaprofesionalaudit
www.google.com/tujuandanbuktiaudit
www.google.com/materialitasdanresikoaudit

GAMBARAN UMUM AUDITING

Makalah ini disusun oleh :
YOSEPHINE ENDAH NUR DIANI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI,S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG







BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik, sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan. Dalam perkembangan usahanya, baik perusahaan perorangan maupun berbagai perusahaan berbentuk badan hukum yang lain tidak dapat menghindarkan diri dari penarikan dana dari pihak luar, yang tidak selalu dalam bentuk penyertaan modal dari investor, tetapi berupa penarikan pinjaman dari kreditur. Dengan demikian, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap lapaoran keuangan perusahaan tidak lagi hanya terbatas pada para pemimpin perusahaan, tetapi meluas kepada para investor dan kreditur serta calon investor dan calon kreditur.
Pihak-pihak diluar perusahaan memerlukan informasi mengenai perusahaan untuk pengambilan keputusan tentang hubungan mereka dengan perusahaan. Umumnya mereka mendasarkan keputusan mereka berdasarkan informasi yang disajikan oleh managemen dalam laporan keuangan keputusan mereka berdasarkan informasi yang disajikan oleh managemen dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, terdapat dua kepentingan yang berlawanan. Disatu pihak, managemen perusahaan ingin menyampaikan informasi mengenai pertanggungjawaban penegelolaan dana yang berasal dari pihak luar. Semaentara itu, dipihak luar perusahaan ingin memperoleh informasi yang andal dari managemen perusahaan mengenai pertanggungjawaban dana yang mereka investasikan.
Untuk mempertemukan kepentingan yang sama, managemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggungjawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh managemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka. Baik managemen perusahaan maupun pihak luar perusahaan yang berkepentingan terhadap perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya.
Pihak ketiga ini biasanya dilakukan oleh seorang auditor independen. Seorang auditor independen ini memberikan jasa auditnya terhadap laporan keuangan perusahaan dan memberikan pernyataan kewajaran terhadap laporan keuangan tersebut tanpa memihak pihak-pihak yang berkepentingan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses auditing ?
2. Apa tujuan dari proses auditing ?
3. Bagaimana proses auditing ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui tujuan utama proses auditing
2. Dapat menjelaskan bagaimana proses auditing
3. Mengetahui manfaat dan kegunaan dari proses auditing

D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penulisan, Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP Simpulan
DAFTAR PUSTAKA


















BAB II
PEMBAHASAN

1. GAMBARAN UMUM PROSES AUDIT
Tujuan menyeluruh dari suatu audit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
Seorang auditor harus mengembalikan pemahaman tentang bisnis dan industri agar dapat memahami substansi ekonomi suatu transaksi entitas dan bagaimana GAAP diterapkan dalam industri tersebut, serta untuk mengembangkan harapan tentang laporan keuangan entitas. Agar dapat mengelola audit tersebut dengan baik, maka auditor harus membagi audit menjadi audit-audit atas saldo akun utama dan golongan transaksi, dan kemudian audit atas asersi laporan keuangan untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Kemudian auditor membuat keputusan perencanaan yang penting tentang apa yang dianggap material bagi laporan keuangan (materialitas) dan tentang risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan (risiko audit). Keputusan-keputusan pendahuluan ini akan membimbing kinerja prosedur audit untuk mengumpulkan bukti tentang asersi laporan keuangan dan secara keseluruhan, kewajaran penyajian laporan keuangan. Ketika auditor mengumpulkan bukti tentang kewajaran penyajian laporan keuangan, ia juga menggunakan pengetahuan yang diperoleh dalam proses audit untuk menentukan apakah terdapat jasa bernilai tambah lain yang mungkin bermanfaat bagi manajemen dan dewan direksi. Akhirnya, audit tersebut akan berakhir pada komunikasi temuan-temuan audit, pernyataan pendapat atas laporan keuangan, komunikasi dengan komite audit, serta komunikasi lain dengan dewan direksi dan manajemen berkaitan dengan jasa bernilai tambah.


Gambaran Umum Proses Audit:











Pengujian bertujuan ganda







2. PENGETAHUAN TENTANG BISNIS DAN INDUSTRI
SAS 22 (AU 311), tentang Planning and Supervision (Perencanaan dan Supervisi) menunjukkan bahwa pemahaman atas bisnis dan industri klien merupakan aspek penting bagi perencanaan audit. Auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang bisnis dan industri klien agar dapat memahami peristiwa-peristiwa, transaksi-transaksi dan praktik-praktik yang dapat berpengaruh secara signifikan pada laporan keuangan. Pemahaman tentang industri telah menjadi demikian penting sehingga banyak kantor-kantor CPA nasional menempatkan para parnernya pada berbagai kelompok-kelompok penghasil laba yang dibagi menurut kelompok industri. Pengelompokan ini mendorong mereka untuk saling pegetahuan tentang penggerak ekonomi yang mendasari profitabilitas industri dan untuk mengebangkan keahlian yang mendalam tentang praktik terbaik dalam suatu industri.
A. MENGEMBANGKAN HARAPAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Mengembangkan harapan atas laporan keuangan (developing expectations of financial statements) melibatkan pengetahuan tentang kinerja bisnis untuk mengembangkan harapan atas jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Pengetahuan atas kecenderungan bisnis merupakan hal yang penting untuk menilai kelayakan kegiatan operasi, keuangan dan investasi organisasi.
B. PENGARUH INDUSTRI TERHADAP SISTEM INFORMASI
Pemahaman atas bisnis dan industri akan membantu seorang auditor memahami masalah-masalah sistem informasi (information system issue) yang penting bagi seorang klien. Auditor harus senantiasa melakukan pendekatan audit dengan pemahaman praktik terbaik dalam industri terkait. Selanjutnya auditor harus memahami inplikasi pekerjaan audit apabila sistem informasi dan pengendalian intern perusahaan berbeda dari praktik industri pada umumnya.
C. MENGEVALUASI KELAYAKAN ESTIMASI AKUNTANSI
Pengetahuan tentang bisnis dan industry akan membantu auditordalam mengevaluasi kelayakan estimasi akuntansi (responsible of accounting estimate) serta representasi manajemen.Banyak aspek penting dalam laporan keuangan, seperti penilaian penyisihan piutang tak tertagih, keusangan persediaan atau cadangan garansi, seringkali menggunakan pertimbangan professional.Pemahaman auditor tentang praktik bisnisdan tekanan persaingan dalam suatu industry akan menjadi dasar untuk menilai kealayakan penyajian klien dan membuat pertimbangan professional yang bermutu tinggi atas laporan keuangan. Akhirnya, SAS 61 (AU 380),Communication with Audit Committes (Komunikasi dengan Komite Audit), menghendaki auditor untuk mendiskusi pertimbangan-pertimbangan dan estimasi akuntansi yang signifikan dengan komite audit.
D. GAAP UNTUK INDUSTRI SPESIFIK
Terdapat banyak aspek kunci dalam GAAP yang digunakan secara khusus untuk industri tertentu. Banyak industry yang memiliki pedoman akuntansi dan audit yang spesifik, serta terdapat praktik akuntansi yang lazim layaknya bagi industry tertentu. Sebagai contoh, AICPA menerbitkan pedolman akuntansi dan audit lebih dari 20 industri, mulai dari produsen dan koperasi pertanian, organisasi perawatan kesehatan, perusahaan – perusahaan investasi, sampai kasino. Para CPA harus memiliki keahlian dalam memahami prinsip-prinsip akuntansi yang spesifik yang berlaku padqa bisnis dan industry yang berbeda.
E. DASAR UNTUK JASA BERNILAI TAMBAH LAINNYA
Beberapa anggota tim audit biasanya memiliki pengalaman yang signifikan serta memahami sumber daya dan proses inti yang diperlukan agar perusahaan dapat bersaing secara efektif dalam industry. Pemahaman ini sangat membantu dalam menilai kelayakan laporan keuangan. Selain itu pengetahuan ini juga membuat CPA mampu memberikan bantuan yang bernilai bagi manajemen dan dewan direksi, misalnya dalam menentukan apakah :
 Manajemen telah mengevaluasi resiko bisnis secara benar
 Manajemen senantiasa memantau ukuran kinerja secara benar.
 System informasi klien telah cukup mendukung manajemen.
CPA mengembangkan pengetahuan ini dalam melaksanakan audit, dan klien ingin mengetahui apa yang diketahui oleh CPA yang akan dapat membantu organisasi mencapai sasarannya dengan lebih baik.
3. ASERSI MANAJEMEN
Tujuan menyeluruh dari audit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyatakan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan GAAP. Untuk mencapai tujuan tersebut, hal yang lazim dilakukan dalam audit adalah mengidentifikasi sejumlah tujuan audit yang spesifik bagi setiap akun yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Tujuan yang spesifik ini diambil dari asersi yang dibuat oleh manajemen dan dimuat dalam laporan keuangan.
Asersi serupa mendasari semua komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban dalam laporan keuangan. Auditing Standard Board (ASB) dalam SAS 31, Evidential Matter (AU 36.03) telah mengakui lima kategori asersi laporan keuangan sebagai berikut:
 Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence )
 Kelengkapan (completeness)
 Hak dan kewajiban (rights and obligations)
 Penilaian atau alokasi (valuation or allocation)
 Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure)
Lima kategori asersi ini merupakan hal yang penting karena dapat membantu auditor memahami jenis salah saji potensial yang dapat terjadi dalam laporan keuangan, dan dapat membantu auditor mengembangkan kewajaran penyajian laporan keuangan.
A. KEBERADAAN ATAU KETERJADIAN
Asersi tentang keberadaan atau keterjadian (exsistence or occurrence) berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas memang benar-benar ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat benar-benar terjadi selama periode tersebut.
Asersi manajemen tentang keberadaan atau eksistensi telah diperluas pada aktiva yang memiliki substansi fisik, seperti piutang usaha dan utang usaha. Menurut asersi ini, manajemen juga mengasersi bahwa pendapatan dan beban yang ditunjukkan dalam laporan laba rugi, serta aarus kas yang ditunjukkan dalam laporan arus kas, merupakan hasil dari transaksi dan peristiwa yang terjadi selama periode pelaporan. Asersi hanya diperluas sampan pada apakah transaksi dan peristiwanya benar tejadi, dan bukan tentang apakah jumlah yang dilaporkan sudah benar. Salah saji atas suatu asersi akan terjadi jika penjualan fiktif dan piutang fiktif dicantumkan dalm laporan keuangan atau apabila penjualan dan piutang yang dilaporkan termasuk transaksi yang seharusnya dilaporkan pada periode lain.
B. KELENGKAPAN
Asersi mengenai kelengkapan (completeness) berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus disajikan dalam laporan keuangan benar-benar telah dicantumkan.
Untuk setiap akun laporan keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan, secara implicit manajemen mengasersi bahwa semua transaksi dan peristiwa terkait telah dicantumkan. Salah saji tentang asersi kelengkapan piutang usaha akan terjadi apabila pengaruh dan beberapa transaksi penjualan kredit, penagihan, atau akun provisi untuk penyisihan piutang tak tertagih diabaikan.
Perhatian auditor tentang asersi kelengkapan terutama berkaitan dengan kemungkinan kurang saji (understatement) komponen laporan keuangan melalui pengabaian item-item yang benar-benar ada, atau masalah pisah batas (cutoff) yang mengakibatkan pencatatan transaksi yang tidak tepat pada periode akuntansi yang salah.
Secara khusus asersi kelengkapan ini penting dalam menentukan apakah suatu entitas dapat diaudit (auditable) atau tidak. Apabila auditor sampai pada kesimpulan bahwa tidak diperoleh bukti yang cukup untuk menetapkan bahwa semua transaksi telah dicatat, auditor seringkali harus menyatakan tidak member pendapat (disclaimer) atas laporan keuangan.
C. HAK DAN KEWAJIBAN
Asersi mengenai hak dan kewajiban (rights and obligations) berkaitan dengan apakah aktiva telah menjadi hak entitas dan utang memang telah menjadi kewajiban entitas pada suatu tanggal tertentu.
Asersi hak dan kewajiban ini merupakan hak unik karena hanya berkaitan dengan aktiva dan kewajiban, serta hanya berkaitan dengan neraca saja, sementara setiap asersi lainnya berkaitan dengan semua laporan keuangan. Asersi ini pada umumnya berkaitan dengan hak kepemilikan dan kewajiban hukum.
Dalam kasus piutang usaha, entitas akan menasersi bahwa ia memiliki piutang dan belum menjualnya, dan bahwa tidak ada kewajiban seperti menggadaikan piutang tersebut sebagai jaminan atas suatu pinjaman yang telah diungkapkan. Sebagai contoh, property yang dimiliki oleh lessor (perusahaan sewa guna usaha) dicantumkan dengan benar sebagai aktiva dalam neraca lessee (penyewa guna usaha) apabila hak untuk menggunakan property tersebut telah diperoleh melalui perjanjian sewa guna usaha modal (capital lease). Selanjutnya, biaya pension yang belum didanai (unfounded pension cost) dapat dicantumkan sebagai kewajiban meskipun entitas yang melaporkannya tidak memilik kewajiban secara hokum untuk itu.
D. PENILAIAN ATAU ALOKASI
Asersi mengenai penilaian atau alokasi (valuation or allocation) berkaitan dengan apakah komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya.
Pelaporan komponen laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya berarti bahwa jumlah (1) telah ditentukan sesuai GAAP dan (2) telah dicatat dan dihitung secara cermat.
a. Kesesuaian dengan GAAP
Menentukan apakah jumlah yang ditetapkan telah sesuai dengan GAAP menunjukkan pengukuran yang benar atas aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban, yang mencakup semua hal-hal berikut ini:
• Penerapan prinsip penilaian yang benar seperti harga perolehan, nilai bersih yang dapat direalisasikan, harga pasar, dan nilai sekarang.
• Penerapan prinsip penandingan yang benar.
• Kelayakan estimasi akuntansi manajemen.
• Konsistensi dalam penerapan prinsip akuntansi.
Sebagai contoh, akan terjadi salah saji pada penjualan dan piutang apabila penjualan dan piutang dicatat sebelum hak atas barang dan jasa tersebut berpindah tangan, atau apabila prinsip pengakuan pendapatan tidak diterapkan secara benar, atau apabila piutang yang ada saat ini tidak disajikan secara wajar pada nilai bersih yang dapat direalisasikan. Estimasi akuntansi, seperti penyisihan piutang tak tertagih harus memiliki nilai yang layak. Akhirnya prinsip-prinsip akuntansi entitas tersebut harus diterapkan secara konsisten pada seluruh periode, kecuali bila ada perubahan yang dapat dibenarkan.
b. Kecermatan Klerikal dan Perhitungan
Kecermatan klerikal berkaitan dengan masalah-masalah kecermatan dalam pengisian data rinci pada dokumen sumber, dalam catatan ayat jurnal, dalam posting ke buku besar, serta dalam menjaga kesesuaian antara akun pengendali (control account) dan buku besar pembantu (subsidiary ledgers). Kecermatan matematis berkaitan dengan masalah-masalah seperti menentukan penjumlahan aritmatik yang benar pada faktur, jurnal, dan saldo akun, termasuk kecermatan perhitungan item-item akrual dan penyusutan.
Melanjutkan ilustrasi tentang piutang usaha yang telah disampaikan sebelumnya, salah saji dalam asersi penilaian atau alokasi dapat berasal dari kesalahan klerikal ketika mencatat penerimaan atau pengeluaran kas atau dalam membukukan jurnal penerimaan dan pengeluaran kas ke dalam buku besar kas, atau berasal dari kesalahan matematis dalam penjumlahan jurnal penerimaan atau pengeluaran kas atau akun kas itu sendiri.
E. PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN
Asersi mengenai penyajian dan pengungkapan (presentation and disclouser) berkaitan dengan apakah komponen tertentu laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan, dan diungkapkan sebagaimana mestinya.
Dalam laporan keuangan, secara implicit manajemen mengasersi bahwa komponen-komponen laporan keuangan telah disajikan sebagaimana mestinya berikut pengungkapan yang mencukupi. Dalam ilustrasi piutang usaha di atas, akan terjadi salah saji tentang asersi ini apabila catatan atas laporan keuangan tidak menunjukkan perbedaan antara piutang dagang, piutang dari pihak ketiga, serta piutang lain-lain. Demikian juga, akan terjadi salah saji atas asersi ini apabila piutang dagang digolongkan sebagai aktiva tidak lancar.
Sebuah ikhtisar tentang lima asersi manajemen tersebut disajikan dalam Gambar 5-2. Asersi ini sangat penting karena dapat digunakan sebagai peta perjalanan untuk proses pengumpulan bukti tentang kewajaran penyajian laporan keuangan. Asersi laporan keuangan (financial statement assertion) memungkinkan auditor membagi dan mengatasi tantangan audit dengan cara berfokus pada masing-masing asersi dalam laporan keuangan. Auditor perlu mengumpulkan bukti untuk mengevaluasi asersi manajemen bagi setiap saldo akun yang material serta kelompok transaksi. Asersi-asersi yang berbeda memerlukan bukti yang berbeda juga.
Gambar 5-2. Kategori Asersi Laporan Keuangan Manajemen
Kategori asersi Sifat
• Keberadaan atau keterjadian


• Kelengkapan


• Hak dan kewajiban

• Penilaian atau alokasi


• Penyajian dan pengungkapan Aktiva dan kewajiban entitas ada pada tanggal tertentu, serta transaksi pendapatan dan beban terjadi dalam periode tertentu.
Semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan, telah disajikan.
Aktiva adalah hak entitas dan hutang adalah kewajiban entitas pada tanggal tertentu.
Komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan beban telah disajikan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya.
Komponen tertentu laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan, dan diungkapkan sebagaimana mestinya.

4. MATERIALITAS
Pernyataan Konsep FASB No.2 mendefinisikan materialitas (materiality) sebagai “besarnya pengabaian atau salah saji informasi akuntansi uang dalam kaitannya dengan kondisi di sekitarnya, akan memungkinkan pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau berpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut”.

Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) yang diterbitkan oleh auditor menyatakan bahwa laporan keuangan telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan perusahaan, serta hasil usaha dan arus kas, sesuai dengan GAAP. Konsep ini mengakui bahwa beberapa masalah akuntansi adalah penting bagi kewajaran penyajian dan ada beberapa yang tidak. Konteks untuk membuat pertimbangan professional tentang apa yang material bagi laporan keuangan adalah pemahaman auditor tentang sifat dan besarnya salah saji yang akan mempengaruhi keputusan seorang pengguna laporan keuangan.
Bagaimana konsep materialitas ini dapat mempengaruhi proses audit?
Pertama, auditor membuat pertimbangan awal mengenai materialitas sementara ia merencanakan perikatan untuk membuat keputusan penting tentang lingkup audit. Auditor tidak perlu merencanakan audituntuk menemukan pengabaian atau salah saji yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama adalah material. Materialitas merupakan konsep penting yang akan menjadi pedoman auditor dalam penetapan lingkup pekerjaan audit untuk menemukan pengabaian ataupun salah saji yang secara bersama-sama berpotensi mencapai suatu jumlah yang akan mempengaruhi para pengguna laporan keuangan. Diperlukan lebih banyak bukti untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa setiap salah saji yang, misalnya ada dalam pencatatan persediaan tidak akan melampaui $500.000 daripada meyakini bahwa salah saji tersebut tidak melebihi $1juta. Keputusan materialitas ini akan menjadi pedoman dalam pengumpulan bukti kompeten yang cukup.
Konsep materialitas ini juga menjadi pedoman auditor ketika mengevaluasi temuan audit. Setelah para auditor mengumpulkan bukti audit, mereka harus segera menilai signifikasi temuan audit. Apabila digunakan teknik penarikan sampel, auditor harus memproyeksikan salah saji yang diketahuinya dalam sampel paa populasi secara keseluruhan. Salah saji yang akan diproyeksikan ini kemudian harus dievaluasi untuk menentukan apakah menurut pertimbangan auditor hal tersebut akan mempengaruhi pengguna laporan keuangan yang berkepentingan.
5. RISIKO AUDIT
Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai—bukan absolute—bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Karena audit tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor. Para mahasiswa harus memperhatikan betapa pentingnya menetapkan materialitas sebelum membuat keputusan tentang risiko audit dan komponennya. SAS 47 (AU 312.02), Audit Risk and Materiality in Conducting the Audit (Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit), mendefinisikan risiko audit sebagai berikut:
Ikhtisar Komponen Risiko Audit
Menilai Risiko Menilai Risiko Merancang Audit
Bawaan Pengendalian untuk Mencapai = Risiko Audit
Risiko Deteksi









Apabila auditor menganggap keyakinan yang memadai pada tingkat kepastian 99% bahwa laporan keuangan telah bebas dari slah saji yang material, maka risiko audit adalah 1%. Jika tingkat kepastian 95% dianggap mencukupi, maka risiko audit adalah 5%. Tantangan akhir dari suatu audit ialah bahwa auditor tidak dapat memeriksa semua bukti yang berkaitan dengan setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Model risiko audit menjadi pedoman auditor dalam pengumpulan bukti audit, sehingga auditor dapat mencapai tingkat keyakinan yang memadai sesuai yang diinginkan.
A. KOMPONEN RISIKO AUDIT
Dalam praktik, seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan risiko audit untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga setiap asersi yang relevan dengan saldo akun dan golongan transaksi yang material. Faktor risiko yang relevan dengan suatu asersi biasanya berbeda dengan faktor risiko yang relevan dengan asersi lainnya untuk saldo akun atau golongan transaksi yang sama. Berikut gambaran risiko audit sebagai suatu fungsi dari tiga komponen.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan (inherent risk) merupakan kerentanan suatu asersi terhadap kemungkinan salah saji yang material, dengan asumsi tidak terdapat pengendalian internal yang terkait. Penilaian terhadap risiko bawaan meliputi evaluasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan salah saji pada suatu asersi. Misalnya, perhitungan yang rumit lebih mungkin menimbulkan salah saji dibandingkan dengan perhitungan sederhana. Faktor-faktor ekonomi dan persaingan, serta perlunya mencapai target laba yang dilaporkan dapat mendorong manajemen untuk menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Para auditor berusaha untuk menilai kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material.
b. Risiko Pengendalian
Adapun yang dimaksud dengan Risiko Pengendalian (control risk) ialah risiko terjadinya salah saji yang material dalam suatu asersi yang tidak akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh struktur pengendalian intern entitas. Manajemen seringkali mengakui adanya risiko salah saji yang terdapat pada sistem akuntansi, sehingga manajemen berusaha merancang struktur pengendalian intern untuk mencegah, mendeteksi dan mengoreksi salah saji tersebut secara tepat waktu. Sebagai contoh, risiko salah saji yang material untuk suatu asersi dapat dikurangi apabila auditor memiliki bukti bahwa pengendalian intern atas asersi tersebut telah secara efektif dirancang dan diterapkan dalam operasi. Lingkungan bisnis biasanya mengandalkan pada pengendalian intern yang terkomputerisasi. Penting bagi para auditor untuk memiliki pemahaman yang baik atas rancangan dan pengoperasian pengendalian komputer serta bagaimana teknologi tersebut digunakan untuk menguji efektivitas pengendalian komputer.
c. Risiko Deteksi
Risiko Deteksi (detection risk) merupakan risiko yang timbul karena auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Setelah auditor membuat keputusan tentang risiko audit, risiko bawaan, dan risiko pengendalian secara keseluruhan, maka ia dapat menggunakan model risiko audit untuk membuat keputusan tentang bukti audit yang diperlukan guna membatasi risiko sampai tingkat serendah mungkin. Para auditor dapat mengendalikan risiko deteksi dengan menggunakan pertimbangan profesional dalam mengambil keputusan tentang prosedur audit mana yang akan digunakan, kapan melaksanakan prosedur audit, luasnya prosedur audit, dan siapa yang harus melaksanakannya. Dewasa ini, banyak prosedur audit yang melibatkan penggunaan teknik audit dengan bantuan komputer sehingga auditor dapat menggunakan teknologi untuk membuat audit lebih efisien.



B. HUBUNGAN ANTARA RISIKO AUDIT DAN BUKTI
Auditor dapat menggunakan logika model risiko audit untuk mengambil keputusan tentang sifat, saat, dan luasnya prosedur audit bagi suatu asersi maupun untuk perikatan para staf audit pada berbagai aspek perikatan. Perhatikan kembali ikhtisar model risiko audit yang disajikan dalam gambar diatas. Pertama, auditor menilai risiko bahwa salah saji material akan terjadi pada suatu asersi. Kedua, auditor memperoleh pemahaman tentang struktur pengendalian intern yang relevan dengan asersi tersebut dan dapat melaksanakan pengujian tentang efektivitas pengendalian. Setelah mempertimbangkan risiko bawaan dan risiko pengendalian, auditor membuat pertimbangan tentang risiko salah saji yang material dalam informasi keuangan tentang asersi yang disajikan untuk audit serta menetapkan lingkup prosedur audit yang sesuai.
Apabila risiko bawaan dan risiko pengendalian dapat dikurangi, selanjutnya auditor dapat merancang suatu rencana audit yang memperbolehkan tingkat risiko deteksi yang lebih tinggi. Sebagai contoh, auditor mungkin akan menaruh perhatian pada tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan asersi penilaian, bahwa penilaian aset tetap yang berkaitan dengan biaya perolehan telah disajikan secara wajar. Hal semacam ini tidak sulit, dan dapat diverifikasi dengan merujuk pada faktur-faktur yang dikeluarkan oleh pemasok. Asumsikan bahwa auditor telah menetapkan bahwa pengendalian intern entitas atas penilaian dalam siklus pembelian adalah cukup kuat. Akibatnya, auditor dapat menerima tingkat risiko deteksi yang lebih tinggi serta membatasi lingkup pelaksanaan pengujian terinci untuk melakukan verifikasi penilaian aset tetap yang berkaitan dengan biaya perolehan. Sebagai kemungkinan lain, apabila auditor menetapkan bahwa risiko pengendalian adalah tinggi untuk asersi ini, maka auditor akan menetapkan risiko deteksi pada tingkat yang cukup rendah guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material.
Terdapat kemungkinan lain dimana auditor menekankan perhatian pada tujuan audit lain yang berkaitan dengan asersi penilaian, kali ini berkaitan dengan penilaian persediaan pada nilai bersih yang dapat direalisasikan. Dalam hal ini, tingkat subjektivitas yang terlibat dalam asersi ini adalah tinggi. Selanjutnya diketahui bahwa klien belum menetapkan sistem pengendalian intern yang baik guna me-review aspek-aspek nilai bersih yang dapat direalisasikan untuk mendasari catatan akuntansi. Dalam hal ini auditor akan menaksir risiko deteksi pada tingkat yang rendah serta melaksanakan prosedur audit guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. Auditor dapat menanggapi dengan cara mengaudit harga jual persediaan yang dijual setelah akhir tahun buku (sifat dan saat) untuk barang-barang persediaan yang dijual dalam jumlah besar (luas) guna menilai kelayakan estimasi klien. Auditor juga dapat menugaskan staf auditor yang memiliki pengalaman dalam industri ini untuk mengaudit asersi tersebut.
Akhirnya, konsep risiko audit konsisten dengan fakta bahwa audit dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai, bukan keyakinan yang absolut bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material. Audit juga tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material.
C. MODEL RISIKO AUDIT
Model Risiko audit dapat dinyatakan secara kuantitatif sebagai berikut:


KETERANGAN: AR= Risiko audit (audit risk)
IR = Risiko bawaan (inherent risk)
CR= Risiko pengendalian (control risk)
DR= Risiko deteksi (detection risk)
Untuk menggambarkan model tersebut, asumsikan bahwa auditor membuat pertimbangan profesional untuk asersi tertentu, seperti asersi penilaian atau alokasi untuk piutang usaha sebagai berikut:
AR = 5%, IR = 90%, dan CR= 20%
Risiko deteksi dapat ditentukan dengan menyelesaikan model tersebut sebagai berikut:
DR = (AR)/(IrxCR)
= 0,05/(0,9 X 0,2)
= 0,28
6. BUKTI AUDIT
Bukti audit sangat mudah mempengaruhi sifat pekerjaan audit ayng tercantum pada standar ketiga pekerjaan lapangan dari standar auditing yang berlaku umum (GAAS). Standar ketiga pekerjaan lapangan menyatakan bahwa :
Bahan bukti (Evidential Matter) kompeten yang mencukupi dapat diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi, yang digunakan sebagai dasar yang layak untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Standar tersebut menguraikan bahwa bukti kompeten (artinya dapat diandalkan) yang mencukupi (artinya dalam jumlah yang cukup) harus diperoleh untuk memberikan dasar yang memadai (artinya rasional) untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. SAS 31 (AU 326.20), tentang Evidential Matter (bahan bukti), menyatakan bahwa “ Jumlah dan jenis bahan bukti yang diperlukan untuk mendukung pendapat yang diinformasikan merupakan masalah bagi auditor untuk menentukan penggunaan pertimbangan profesional setelah melakukan penelitian yang mendalam tentang kondisi pada suatu kasus tertentu. ”
Pengumpulan dan evaluasi bahan bukti merupakan inti dari audit. Pembahasan berikut ini pertama akan berfokus pada karakteristik kecukupan ( sufficiency ) dan kompetensi bukti ( cometency of evidence ). Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan prosedur audit umum yang digunakan untuk mengumpulkan bukti kompeten yang cukup. Akhirnya, suatu klasifikasi umum dari prosedur audit akan disajikan dalam konteks bagaimana bukti digunakan untuk mendukung pendapat atas laporan keuangan.
A. Kecukupan Bukti Audit
Elemen dari standar ketiga pekerjaan lapangan ini berkaitan dengan kuantitas bahan bukti. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertimbangan auditor atas kecukupan meliputi:
a. Materialitas dan resiko
Secara umum, untuk akun yang material pada laporan keuangan diperlukan bukti yang lebih banyak dibandingkan untuk akun yang tidak material. Dengan demikian, dalam mengaudit sebuah perusahaan manufaktur, maka sifat, saat, dan luasnya bukti audit untuk mendukung tujuan audit atas akun persedian akan lebih meyakinkan dibandingkan dengan bukti yang diperlukan untuk tujuan audit atas akun beban dibayar dimuka.
b. Faktor-faktor ekonomi
Seorang auditor bekerja dalam batsan ekonomi yag menentukan bahwa kecukupan bukti harus diperoleh dalam batasan waktu dan biaya yang memadai. Dengan demikian, seorang auditor sering kali menghadapi keputusan apakah penambahan waktu dan biaya akan memberikan manfaat yang sepadan berupa perolehan bukti audit yang lebih meyakinakan. Sebagai contoh, untuk meneliti keberadaan 25 dana kas kecil klien, auditor dapat memeriksa sendiri semua dana kas kecil tersebut. Alternatif lain yang lebih menghemat biaya adalah menghitung sendiri dana yang ada pada lima dana kas kecil saja. Apabila jumlah dana yang diperiksa ternyata sesuai dengan jumlah yang dicatat, selanjutnya auditor dapat mengandalkan perhitungan dana pada dua puluh dana kas kecil selebihnya pada auditor interna klien.
c. Ukuran dan karakteristik populasi
Ukuran populasi berkaitan dengan jumlah item yang terdapat dalam populasi tersebut, seperti jumlah transaksi penjualan dalam jurnal penjualan. Ukuran populasi akuntansi mendasari banyak item laporan keuangan yang digunakan dalam penarikan sampel yang diperlukan untuk pengumpulan bukti audit. Secara umum, semakin besar populasinya akan semakin besar pula jumlah bukti yang diperlukan untuk memperoleh dasar yang memadai guna menarik kesimpulan tentang hal itu. Hubungan yang pasti antara ukuran populasi, karakteristik populasi dan ukuran sampel bergantung pada tujuan dan sifat rencana penarikan sampel yang sedang digunakan.
B. Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi ( atau reliabilitas ) bukti audit yang mendasari data akuntansi maupun informasi penguat tercantum dalam aspek standar ketiga pekerjaan lapangan. Reliabilitas catatan akuntansi berkaitan langsung dengan efektivitas struktur pengendalian intern klien. Pengendalian intern yang kuat akan meningkatkan keakuratan dan reliabilitas atau keandalan catatan keuangan, sementara pengendalian intern yang lemah seringkali tidak dapat mencegah atau mendeteksi kesalahan dan penyimpangan dalam proses akunatansi.
Kompetensi informasi penguat bergantung pada banyak faktor. Pertimbangan yang telah diterapkan secara luas dalam auditing adalah :
a. Relevansi ( Relevance )
Relevansi berarti bahan bukti harus berkaitan dengan tujuan audit yang telah ditetapkan auditor. Dengan demikian, jika tujuan audit adalah untuk memeriksa keberadaan persediaan, auditor dapat memperoleh bukti dengan cara mengamati pengeluaran persediaan yang dilakukan klien. Namun bukti tersebut tidak akan relevan untuk tujuan audit yang lain, seperti menentukan kepemilikan ( asersi hak dan kewajiban ) atau untuk menilai biaya ( asersi penilaian ). Auditor harus mewaspadai hubungan antara bukti audit dengan tujuan audit, termasuk bagaimana bukti audit tersebut menguraikan subtansi ekonomi yang mendasari asersi. Akan banyak biaya dan waktu yang terbuang apabila auditor memperoleh bukti audit yang tidak relevan atau tidak sepenuhnya memahami subtansi ekonomi yang ada dalam bukit audit tersebut.
b. Sumber ( Source )
Beberapa kondisi yang berkaitan dengan sumber bukti audit akan mempengaruhi kompetensinya. SAS 31 ( AU 326.19 ) tentang Evidential Matter, mengakui anggapan tentang pengaruh sumber informasi terhadap kompetensi atau keandalan bahan bukti sebagai berikut :
Apabila bukti dapat diperoleh dari sumber independen di luar entitas, amaka bukti itu akan memberikan keyakianan yang lebih besar atas reliabilitas atau keandalan dibandingkan dengan informasi yang hanya diperoleh dalam entitas itu sendiri.
Semakin efektif struktur pengendalian intern akan semakin memberikan keyakinan tentang reliabilitas dan akuntansi dan laporan keuangan.
Pengetahuan yang diperoleh secra langsung oleh seorang auditor melalui pemeriksaan fisik, pengamatan, perhitungan, dn inspeksi, akan semakin meyakinkan dibandingkan informasi yang diperoleh secara tidak langsung.
c. Ketepatan waktu ( Timeliness )
Ketetapan waktu berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti audit. Ketepatan waktu suatu bukti audit sangat penting khususnya dalam verifikasi kativa lancar, kewajiban lancar, saldo laporan laba rugi terkait, dan arus kas. Untuk akun-akun tersebut diatas, auditor harus memperoleh bukti yang menunjukkan bahwa klien telah melakukan pisah batas sebagimana mestinya ( proper cutoff ) tentang transaksi kas, penjualan, serta transaksi pembelian pada tanggal laporan keuangan. Begitu pulabukti yang diperoleh dari perhitungan fisik pada tanggal neraca akan memberikan bukti audit yang lebih dapat diandalkan tentang jumlah yang tersedia pada tanggal tersebut dibandingkan dengan perhitungan yang dilakukan pada tanggal lainnya.
d. Obyektivitas ( Obyectivity )
Bukti audit yang bersifat obyektif pada umumnya dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti audit yang bersifat subyektif. Sebagai contoh, bukti audit tentang keberadaan aktiva tetap berwujud akan lebih kompeten bila diperoleh melalui inspeksi fisik, karena secara obyektif bukti audit tersebut lebih konklusif. Bukti audit yang diperoleh dari sumber yang independen di luar entitas, dianggap lebih obyektif dibandingkan dengan bukti audit yang bersumber dari klien sendiri.
Sebaliknya, beberapa asersi dan tujuan audit terkait akan lebih subyektif karena bukti tersebut mengandung estimasi penting tentang peristiwa-peristiwa ekonomi yang bersifat prospektif, seperti estimasi managemen atas nilai persediaan berdasarkan nilai yang terendah antara harga beli dan harga pasar ( lower of cost market ) atau ketentuan tentang garansi produk. Dalam menghadapi bukti audit yang bersifat subyektif ini, auditor harus, (1) memahami subtansi ekonomi dari proses yang menjadi subyek estimasi, (2) mempertimbangkan ketepatan estimasi akuntansi yang dilakukan dimasa lalu, dan (3) mengevaluasi kelayakan estimasi transaksi yang terjadi setelah tanggal akhir tahun buku.
C. PENGKLASIFIKASIAN PROSEDUR AUDIT
Seorang auditor melaksanakan prosedur audit untuk mendukung pendapat atas laporan keuangan. Prosedur audit biasanya diklasifikasikan menurut tujuan audit dalam kategori :
a. Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas bisnis klien berikut struktur pengendalian internya
b. Pengujian pengendalian
c. Pengujian subtantif




















a. Prosedur untuk Memperoleh Pemahaman
Dalam melaksanakan audit, seorang auditor biasanya melaksanakan prosedur untuk memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industri klien berikut factor-faktor yang dapat mempengaruhi resiko bawaan pada asersi laporan keuangan. Beberapa prosedur berfokus pada pemahaman tentang faktor-faktor persaingan yang penting atau pemahaman karakteristik pemain utama dalam industri tersebut. Prosedur lainnya berfokus pada pemahaman tentang bisnis klien, produk yang dihasilkan, system pabrikasi dan distribusi, kegiatan ekonomi yang mendasari operasi bisnis dan sebagainya. Untuk memperoleh pemahaman tersebut, auditor dapat membaca publikasi perdagangan serta artikel-artikel tentang bisnis dan industry, melakukan pengamatan selama kunjungan pada fasilitas klien, atau meminta keterangan dalam acara tanya jawab dengan manajemen dan pekerja. Prosedur-prosedur ini akan membantu auditor dalam memahami resiko salah saji yang material dalam asersi, atau dalam membuat keputusan tentang item-item yang mungkin bersifat material bagi pengguna laporan keuangan.
Selain itu, standar kedua pekerjaan lapangan mengharuskan auditor memperoleh pemahaman yang cukup tentang struktur pengendalian intern klien untuk merencanakn audit. Untuk memahami tujuan ini, auditor dapat meminta keterangan dari manajemen tentang kebijakan pengendalian intern, membaca prosedur, melihat pedoman-pedoman akuntansi (manual) berikut bagan arus sistem akuntansi. Auditor juga dapat memperoleh pemahaman tentang struktur pengendalian intern melalui pengamatan tentang kegiatan dan operasi entitas, dengan cara memeriksa dokumen terpilih. Dalam melaksanakan prosedur-prosedur ini, auditor harus menekankan perhatian terutama pada mekanisme kerja yang ada dalam rancangan struktur pengendalian intern tersebut. Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian intern sangat diperlukan dalam setiap audit laporan keuangan.
b. Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian (test of control)dilakukan untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas rancangan dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern. Sebagai contoh, prosedur pengendalian intern computer menggunakan jumlah berkas (total batch) untuk memastikan bahwa semua berkas transaksi telah dicatat. Apabila jumlah nilai dollar yang diproses dalam berkas tersebut tidak cocok, maka transaksi jumlah berkas tersebut tidak akan diproses dan sebagai gantinya dicetak suatu laporan pengecualian (exception report). Auditor dapat menguji efektivitas pengendalian dengan cara memasukkan data uji yang mengandung kesalahan pada total batch dan mengamati apa yang terjadi pada data uji tersebut. Pengujian pengendalian juga meliputi permintaan keterangan kepada para pekerja mengenai apa yang mereka ketahui tentang efektivitas dari pengendalian tersebut dan memeriksa laporan pengecualian yang telah dihasilkan oleh pengendalian intern klien. Kinerja pengujian pengendalian tidak diharuskan dalam audit laporan keuan gan. Namun, hal itu dilaksanakan dalam banyak audit dengan populasi yang besar karena alas an efektivitas biaya.
c. Pengujian Substantif
Pengujian substantif (substantive test) terdiri dari :
1. Prosedur analitis (analytical procedures)
Meliputi penggunaan perbandingan untuk menilai kewajaran, misalnya membandingkan saldo suatu akun dengan data nonkeuangan yang terkait dengan saldo akun tersebut .
2. Pengujian terinci atas transaksi (tests of details of transactions)
Meliputi pemeriksaan dokumen pendukung dari setiap satuan transaksi yang dibukukan pada setiap akun tertentu, misalnya melakukan pemeriksaan dokumen pendukung (vouching) untuk sisi debet akun piutang usaha terhadap ayat jurnal pada jurnal penjualan serta faktur pendukung penjualan. Selain itu dilakukan juga penelusuran rinci dari dokum en asli atau dokumen sumber terhadap buku jurnal serta buku besar yang terkait dengan transaksi tersebut yang dapat digolongkan juga sebagai pengujian terinci atas transaski.
3. Pengujian terinci atas saldo (tests of details of balances)
Meliputi pemeriksaan dokumen pendukung untuk saldo akhir secara langsung, misanya melakukan konfirmasi langsung kepada salah seorang pelanggan tentang saldo piutang usaha.
Dalam beberapa kasus, auditor dapat melakukan pengujian transaksi untuk menentukan bahwa:
Semua pengendalian intern perusahaan yang berlaku telah dilaksanakan dalam proses transaksi pengujian pengendalian, dan
Semua rincian substantive dari semua transaksi tersebut telah dijurnal secara cermat dan dibukukan dalam buku besar akun
Apabila kedua tujuan tersebut telah dilakukan dalam pengujian yang sama, maka pengujian tersebut dinamakan pengujian bertujuan ganda (dual-purpose test).
D. MENGEVALUASI BUKTI AUDIT YANG DIPEROLEH
Secara bersamaan, ketiga kategori prosedur audit harus memungkinkan auditor memperoleh bukti audit yang diperoleh untuk memenuhi standar ketiga pekerjaan lapangan. Untuk memastikan bahwa hal itu marupakan kasus, maka harus memverifikasi evaluasi bukti yang ada disepanjang proses audit pada setiap asersi laporan keuangan, dan pada akhir audit ketika auditor dapat memutuskan jenis pendapat yang harus dinyatakan dalam laporan audit.
Menurut standar ketiga pekerjaan lapangan, auditor tidak diharapkan atau tidak diharuskan memiliki dasar yang absolute, pasti atau berjaminan atas pendapat yang diberikan. Persyaratan dasar yang memadai berkaitan dengan tingkat keyakinan menyeluruh yang diperlukan oleh auditor pada kesimpulan audit untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Untuk memiliki dasar yang memadai bagi pemberian pendapat, seorang auditor memerlukan bukti audit yang lebih meyakinkan (berupa consensus atau mayoritas) bagi setiap asersi laporan keuangan yang material. Apabila auditor kurang memiliki dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat, ia dapat memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau menolak memberikan pendapat. Apabila diperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat , auditor dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian, dengan pengecualian, atau pendapat tidak wajar , bergantung pada tingkat hubungan antara asersi-asersi dalam laporan keuangan dan GAAP yang ditetapkan sesuai dengan bukti audit yang diperoleh.

7. PERTIMBANGAN JASA BERNILAI TAMBAH
Agar dapat melaksanakan audit laporan keuangan secara efektif, seorang CPA harus mampu:
Menerapkan peraturan etika pada profesi
Memahami sasaran dan tujuan entitas dan menentukan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan
Memahami alur transaksi dan system informasi klien, serta mengantisipasi bagaimana keseluruhan transaksi akan mempengaruhi entitas
Memahami struktur pengendalian intern perusahaan dan mengevaluasi `bagaimana tingkat manfaat yang dapat diberikan pada perusahaan
Menilai risiko, memverifikasi asersi manajemen, dan mendokumentasikan kesimpulan audit
Mengevaluasi arus kas, profitabilitas, likuiditas, solvensi, siklus operasi, serta kinerja klien dalam lingkungan industry secara relative terhadap para pesaingnya.
Sebagai professional, auditor memiliki akses tak terbatas pada buku dan catatan klien, fasilitas operasi, maupun rencana dan sasarannya. Dalam tim audit terdapat orang-orang yang ahli dalam system informasi, serta memahami benar bagaimana efektifnya menggunakan system informasi untuk mendukung proses pengambilan keputusan penting. Merupakan hal yang penting pula bagi auditor untuk berperan sebagai konsultan dalam melaksanakan jasa ini sebagaimana mestinya, sehingga tidk melemahkan independensinya.
A. TOLOK UKUR KINERJA PERUSAHAAN DAN PENGUKURAN KINERJA
Auditor sering kali membandingkan tolok ukur kinerja perusahaan (bench mark company performance) secara relatif dengan perusahaan lain dalam industry yang sama. Auditor memiliki akses ke statistik dan informasi industry tentang kinerja perusahaan terbaik dalam suatu industry. Para CPA memiliki ketrampilan analitis yang baik dan sangat mahir dalam membandingkan perusahaan berdasarkan profitabilitas, kemampuan untuk menghasilkan dana segar, panjangnya siklus operasi, likuiditas, dan solvensi. Selain itu, para CPA juga dapat menggunakan pengetahuannya tentang factor kompetitif yang penting untuk memastikan bahwa system informasi perusahaan memberikan focus bagi manajemen perusahaan tentang masalah-masalah manajemen bisnis yang penting. Para CPA sering kali membantu manajemen dalam mengembangkan system pengukuran kinerja yang dapat dijadikan indicator keunggulan intern yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan arus kas.
B. PERENCANAAN BISNIS
Salah satu produk sampingan dari tolok ukur kinerja bisnis adalah pengembangan rencana bisnis (business plan) yang menempatkan perusahaan pada jalur kinerja yang meningkat. CPA seringkali membantu manajeen dengan cara melakukan review rencana bisnis dan memberikan saran tentang bagaimana rencana bisnis dapat ditingkatkan. Sebagai contoh, seorang CPA dapat membantu mengidentifikasi masalah-masalah penting yang harus diselesaikan agar rencana bisnis menjadi menarik bagi para pemodal ventura.
C. PENGUKURAN RESIKO
Pada setiap rencana bisnis terdapat resiko yang tidak dapat dijangkau oleh rencana tersebut. Pengukuran resiko(risk assesment) merupakan jasa bernilai tambah yang penting dimana auditor sering memiliki pengetahuan khusus ttentang industri. Sebuah langkah penting dalam mengelola resiko adalah mengidentifikasi resiko. Oleh karena auditor berpengalaman dalam mengevaluasi kinerja banyak bisnis, mereka seringkali mahir dalam mengidentifikasi resiko. Setelah resiko resiko bisnis yang penting dapat diidentifikasi, selanjutnya perusahaan dapat menggolongkan resiko-resiko tersebut menjadi resiko yang memiliki kemungkinan besar atau kecil untuk terjadi serta resiko-resiko yang berdampak besar atau kecil yang dapat menghalangi manajemen mencapai apa yang telah direncanakan. Selanjutnya CPA dapat memberikan saran bagi manjemen tentang bagaimana mengelola resiko yang sangat munngkin terjadi serta berdampak besar bagi pencapaian rencana menjadi resiko yang kecil kemungkinan terjadi serta kecil pula dampaknya bagi pencapaian renncana.
D. PENILAIAN BISNIS
Nilai suatu bisnis seringkali sangat berbeda dengan nilai kekayaan bersih yang dilaporkan dalam neraca. Sebagai contoh, ketika Boston Celtics menjual sahamnya pada pubik pada tahun 1986, nilai kapitalisasi pasar dari franchise tersebut sekitar $100 juta. Kekayaan bersih yang ditunjukan oleh neraca perusahaan hanya sekitar $5,8 juta. Perbedaan tersebut terjadi karena nilai Boston Celtics berada dalam posisi mampu menghasilkan arus kas yang tidak tercermin pada aktiva dalam neraca. Penilaian bisnis (business valuation) dan upaya membantu manajemen memahami faktor-faktor kunci yang dapat mendorong nilai perusahaan merupakan jasa bernilai tambah yang penting.
Bisnis seringkali dinilai menggunakan kombinasi dari tiga metode, yaitu metode :
1. Nilai pasar dari aktiva bersih
2. Nilai kas yang didiskontokan
3. Harga laba berganda (price earning multiples)
Para CPA dapat membantu klien memahami perbedaan antara ukuran-ukuran laporan keuangan dan ukuran-ukuran nilai organisasi dan berfokus pada faktor-faktor kunci yang dapat memberikan pengaruh signifikan pada nilai perusahaan.
E. RANCANGAN DAN KEANDALAN SISTEM INFORMASI
Para auditor sangat mahir dalam mengevaluasi sistem pengendalian intern dan sistem enformasi perusahaan. Melalui evaluasi tersebut, auditor dapat memberikan saran untuk meningkatkan keandalan sistem informasi (reliability of information systems) yang digunakan untuk membuat keputusan bisnis. Sebagai contoh, baru-baru ini seorang auditor mengidentifikasi fakta bahwa laporan-laporan kunci yang digunakan oleh para buyers (pembeli) dalam perusahaan tidak mencerminkan marjin laba yang akurat. Perusahaan telah memulai suatu kebijakan untuk memberikan diskon volume kepada para pelanggan yang membeli dalam jumlah yang cukup bagi pperusahaan untuk berhemat, serta membagikan penghematan tersebut bagi para pelanggan. Namun, program yang ditulis untuk memberikan parlanggan diskon volume baru ditempelkan pada sistem setelah laporan harian manajemen dicetak untuk para pembeli. Akibatnya pembeli membuat keputusan bisnis bardasrkan data yang tidakdapat diandalkan. Informasi akuntansinya sudah benar, namun tidak direkonnsiliasi dengan laporan terinci harian yang digunakan oleh para manajer kunci. Auditor menemukan masalah tersebut dan merekomendasikan perubahan yang akan memberikan informasi tentang profitabilitas yang dapat diandalkan kepada setiap kepada setiap orang dalam perusahaan.
Ini merupakan sedikit contoh dari jenis jasa bernilai tambah yang dapat diberikan oleh para CPA. Dalam setiap kasus, jasa ini jasa ini dapat diperluas sampai melampaui jasa tradisional yang diperlukan dalam audit. Akan tetapi jasa ini juga memberikan nilai lebih bagi mereka yang menggunakan jasa CPA.
8. MENGKOMUNIKASIKAN TEMUAN-TEMUAN
Elemen kunci terakhir dari suatu jasa audit adalah mengkomunikasikan temuan-temuan. Audit dan jasa-jasa lain yang dilaksanakan sebagai bagian dari audit, masih belum memiliki nilai sebelum dikomunikasikan kepada manajemen dan pihak-pihak lain yang menggunakan audit tersebut. Komunikasi temuan-temuan audit dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Komunkasi tentang laporan keuangan melalui laporan auditor.
2. Komunikasi lain yang diperlukan dengan manajemen.
3. Komunikasi temuan-temuan lain.
Setiap kategori tersebut akan dibahas berikut ini :
A. LAPORAN KEUANGAN ATAS LAPORAN AUDITOR
Laporan temuan-temuan audit yang utama dimuat dalam laporan auditor (auditor’s report) atas laporan keuangan. Standart pelaporan keempat dari standar auditing yang berlaku umum (GAAS) menyatakan bahwa auditor akan menerbitkan sebuah laporan yang memuat pernyataan pendapat tentang laporann keuangan secara menyeluruh, atau menyatakan bahwa idak dapat menyatakan pendapat tetang laporan keuangan. AU 508 memberikan pedoman professional atas fakta dan kondisi dalam hal mana auditor dapat memilih diantara berbagai ragam susunan kalimat laporan audit standar yang mengkomunikasikan pesan-pesan spesifik kepada para pengguna laporan keuangan.
B. KOMUNIKASI LAIN YANG DIPERLUKAN
Pendapat auditor atas lapooran keuangan bukan merupakan satu-satunya hasil audit. Disamping menerbitkan laporan atas laporan keuangan, standar professional mengharuskan auditor membahas masalah-masalah tertentu dengan komite audit, atau dengan orang-orang dengan wewenang dan tingkat tanggung jawab setara dengan komite audit, seperti dewan direksi, dewan perwakilan, atau seorang pemilik pada perusahaan perorangan. Masalah-masalah tersebut meliputi pembahasan tentang:
 Pengendalian intern
 Kebijakan akuntansi yang signifikan
 Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi
 Penyesuaian audit yang signifikan
 Informasi lain yang dimuat dalam laporan keuangan yang telah diaudit
 Perbedaan pendapat dengan manajemen
 Konsultasi dengan akuntan lain
 Kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan audit.
C. KOMUNIKASI TEMUUAN—TEMUAN LAIN
Para CPA yang melaksanakan jasa audit juga memberikan beragam jasa-jasa lain kepada klien. Seperti jasa bernilai tambah yang baru dibahas dalam bagian sebelumnya. Para CPA biasanya menggunakan surat perikatan untuk menguraikan lingkup jasa dan perjanjian imbalan. Apabila perikatan tersebut telah diselesaikan, biasanya akan diikuti dengan penyusunan laporan tertulis kapada klien. Laporan-laporan ini dapat bervariasi secara signifikan bergantung pada sifat perikatan, namun biasanya memuat sebbua uraian tentang :
1. Lingkup pekerjaan yang dilaksanakan
2. Temuan-temuan
3. Kesimpulan.














BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
Dalam pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan auditor secara menyeluruh adalah memberikan pendapat atas laporan keuangan. Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan audit meliputi memperoleh pemahaman tentang bisnis dan industry klien, mengidentifikasi asersi manajemen, dan mengevaluasi tingkat materialitas perikatan. Selain itu, auditor juga membuat keputusan pendahuluan tentang resiko bawaan, resiko pengendalian, dan resiko deteksi.
Dalam pelaksanaan audit seorang auditor memiliki kewajiban untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan kompeten agar dapat mendukung keputusan pendahuluan tentang faktor-faktor risiko kunci, serta untuk mendukung tentang kewajaran penyajian dalam laporan keuangan. Beberapa prosedur audit yang penting meliputi prosedur untuk memperoleh pemahaman atas struktur pengendalian intern, pengujian pengendalian dan pengujian substantive, serta bagaimana auditor menggunakan bukti audit untuk membentuk pendapat atas laporan keuangan, untuk memenuhi persyaratan komunikasi lain yang diperlukan oleh manajemen dan dewan direksi, serta untuk mendukung jasa bernilai tambah lainnya.






DAFTAR PUSTAKA

Boynton, William C, Walter G Kell. 1996. Modern Auditing, New York: John Wiley & Sons
Mulyadi.2001.Auditing, Jakarta: Salemba Empat